Dalam perjalanannya sebagai negara merdeka, Indonesia tidak lepas dari berbagai macam pemberontakan-pemberontakan yang diakibatkan oleh ketidakpuasan terhadap kebijakan ataupun perbedaan dalam menentukan dasar - dasar negara. Perbedaan - perbedaan tersebut sebenarnya bisa diselesaikan apabila kepentingan-kepentingan pribadi tidak menjadi hal yang utama, ataupun perbedaan-perbedaan tersebut sebetulnya banyak ditunggangi oleh pihak ketiga, dalam hal ini pemerintah kolonial Belanda masih berperan banyak dengan tujuan Indonesia bisa kembali dikuasai oleh mereka.
Pemberontakan-pemberontakan tersebut diantaranya :
Pendirian Negara Islam Indonesia ( NII ) oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo pada 7 Agustus 1949. NII atau juga dikenal sebagai Darul Islam yang artinya Rumah Islam diproklamasikan di Cisampah, Ciawiligar Tasikmalaya dengan tujuan menjadikan Indonesia sebagai negara teokrasi dengah Islam sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya dikatakan bahwa " Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam ".
Lebih jelas lagi dalam Undang - Undangnya dinyatakan bahwa Negara Berdasarkan Islam dan Hukum yang tertinggi adalah Al Qur'an dan Hadits. Proklamasi Negara Islam Indonesia menyatakan kewajiban negara untuk memproduksi Undang-undang yang berlandasan syari'at Islam dan penolakan keras terhadap ideologi selain Al Qur'an dan Hadits Shahih yang mereka sebut " Hukum Kafir " sesuai dalam Qur'an Surah 5 Al-Maidah, ayat 145. NII atau DI dalam perkembangannya menyebar kebeberapa wilayah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan Aceh. Setelah SM Kartosoewirjo ditangkap dan dieksekusi oleh TNI pada tahun 1962, gerakan ini terpecah namun tetap eksis secara diam-diam dan dianggap sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia.
Pemberontakan PRRI/Permesta, pada tahun 1958. Penyebabnya adalah adanya ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah dalam pembangunan daerah. Tidak meratanya pembangunan serta semakin melebarnya gerakan komunisme menjadi dasar bagi pemerintah daerah di Sumatera dan Sulawesi Utara untuk mendirikan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/ Perjuangan Rakyat Semesta atau lebih dikenal sebagai PRRI/Permesta. Di Sumatera, para pemimpin PRRI seperti Dr. Syafruddin Prawiranegara, Dahlan Djambek, Soemitro Djojohadikoesoemo dll, melakukan pemberontakan sebagai koreksi atas kebijakan pemerintah pusat. Sementara di Sulawesi Utara, Permesta melakukan pemberontakan dengan ditunggangi kepentingan negara asing, dalam hal ini adalah Amerika Serikat, terbukti dengan ditembak jatuh pesawat AS yang dipiloti oleh penerbang Amerika bernama Pope.
Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil di Bandung pada tahun 1950 atau tepatnya 23 Januari 1950.
Pemberontakan Andi Azis di Makassar, 5 April 1950. Pemberontakan ini bermula saat Dr. Soumoukil bersikeras untuk mendirikan atau mempertahanlan Negara Indonesia Timur. Pemerintah kemudian mengirimkan Batalyon Worang untuk menumpas gerakan tersebut, rupanya kedatangan batayon Worang tersebut membuat Dr. Soumoukil khawatir dan menghasut Kapten Andi Azis untuk melakukan pemberontakan. Pemberontakan tersebut meletus pada 5 April 1950 di Sulawesi Selatan dengan dipimpin oleh Kapten Andi Azis, yang merupakan mantan tentara Koninklijk Nederlands Indisch Leger ( KNIL ). Kapten Andi Azis bersama pasukannya menyerang pasukan Angkatan Perang Republik Indonesia serikat ( APRIS ) dan menawan Pejabat Panglima Tentara Territorium Indonesia Timur, Letnan Kolonel Mokoginta beserta staffnya, sehingga kota Makassar bisa mereka kuasai. Untuk menguasai keadaan ini, pemerintah pusat pada tanggal 7 April 1950 mengirimkan pasukan TNI dibawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang dan mengultimatum Andi Azis agar segera menyerah dan mempertanggungjawabkan perbuatannya, tapi Andi Azis menolak sehingga terjadi beberapa kali pertempuran. Pada tanggal 8 Agustus 1950 alhirnya ditandatangani persetujuan gencatan senjata antara kedua belah pihak, sehingga kota Makassar bisa dikuasai kembali dan pada 8 April 1953, Andi Azis dijatuhi hukuman penjara selama 14 tahun potong masa tahanan.
Pemberontakan Republik Maluku Selatan ( RMS ) di Maluku, pada 25 April 1950 di Ambon dengan tokoh pemberontak adalah Mr. Dr. Soumoukil. Pada tanggal tersebut di Ambon diproklamasikan berdirinya Republik Indonesia Maluku Selatan/ RMS dan menyatakan diri lepas dari Republik Indonesia Serikat oleh Dr. Soumoukil, bekas Menteri Kehakiman Negara Indonesia Timur. Untuk mengatasi pemberontakam tersebut, Kolonel Kawilarang menyerang hingga ke Kepulauan Buru yang dikuasai pemberontak hingga ke Pulau Seram bagian Utara. Serangan terhadap Pulau Ambon sendiri dilaksanakan pada 28 September 1950, dan dalam pertempuran tersebut benteng Victoria dapat direbut pasukan TNI pada 6 November 1950, sehingga pemberontakan RMS bisa digagalkan.
Pemberontakan G 30 S/ PKI. Inilah pemberontakan yang sangat kejam dimana 7 orang Jenderal tewas dibunuh anggota PKI, mayat mereka dibuang ke sebuah sumur kecil di daerah Lubang Buaya. Peristiwa pemberontakan ini sudah sangat dikenal oleh seluruh masyarakat Indonesia, rasa-rasanya tidak perlu lagi saya ulas.
Demikianlah memang untuk menjadi sebuah negara besar berbagai macam halangan dan rintangan selalu ada, sebagai sebuah negara besar Indonesia memang patut untuk tidak melupakan sejarah, bukan untuk kembali mundur tapi untuk introspeksi agar peristiwa - peristiwa pemberontakan tidak kembali muncul.